xixixixi... kalau menurut ajaran gigology : "DONT EVER TRY AT HOME, ARGUE WITH PSICHOLOG, VERY-2 D-A-N-G-E-R, ALSO WITH SPECIALIST NURANI TOO !!"

--- Pada Sen, 30/3/09, goenardjoadi@gmail.com <goenardjoadi@gmail.com> menulis:
Dari: goenardjoadi@gmail.com <goenardjoadi@gmail.com>
Pak Jusuf lagi merenung sebentar keluar...
Bodhisatwa ketika semedi di biara Shaolin mengatakan Tak ada kucing tikuspun menari
Salam Goen Powered by Telkomsel BlackBerry® From: gotholoco Date: Tue, 31 Mar 2009 14:24:59 +0800 (SGT) To: <psikologi_transform atif@yahoogroups .com> Subject: Re: [psikologi_transfor matif] Re: Perumpamaan Melayu bagi Guru yang Salah Kaprah Wah, Bude Tih, naga-ngaganya jadi neh Pak Ju hengkang dari milis ini !. (gara-gara Bude Tih sih.. xixixxi)
" jangan ngasih nasehat, solusi, jalan keluar ke orang yang ga minta", "jangan menilai hidup orang lain, karena kamu tidak tahu bagaimana perjuangan dia menjalani hidupnya"...
Haleluya Tuhan pun Mahacuex !

--- Pada Sen, 30/3/09, personalgrowth <personalgrowth@ gmail.com> menulis:
Dari: personalgrowth <personalgrowth@ gmail.com>
Howl, kalau nggak mengangkat diri sebagai guru, tapi memang karena berkenalan, bergaul, bertemen, lalu merasa jadi TEMEN BELAJAR BARENG, gimana?
bapak saya pernah bilang, " jangan ngasih nasehat, solusi, jalan keluar ke orang yang ga minta", "jangan menilai hidup orang lain, karena kamu tidak tahu bagaimana perjuangan dia menjalani hidupnya"... "bertemen aja yang banyak, dan tidak usah belagu".
salam, jengbud
2009/3/31 <goenardjoadi@ gmail.com> Sebuah solusi gak usah menunggu lama untuk dibuktikan.
Dengan tanya jawab dg kolega kita sudah bisa mengetahui apakah solusi ini benar atau masih kurang sempurna
Ibarat sama-sama ke Bandung kalau dia gak bisa jelasin bgm caranya ya gak akan sampai kesana
Saya dulu menciptakan sebuah circuit board alat elektronik Prof Andi Hakim cuma tanya mengapa orang berhitung dg basis decimal? Bukan binary?
Tks Goen Powered by Telkomsel BlackBerry® From: Howl Date: Mon, 30 Mar 2009 20:00:25 -0400 To: < psikologi_transform atif@yahoogroups .com> Subject: Re: [psikologi_transfor matif] Re: Perumpamaan Melayu bagi Guru yang Salah Kaprah 2009/3/30 was_swas <was_swas@yahoo. com>: > "Menggarami air laut" juga bisa ;) >
Banyak orang mengangkat dirinya sendiri menjadi guru bagi orang lain. Acapkali orang melakukannya atas niat yang baik. Kita melihat bahwa Indonesia, atau malah seluruh dunia, berada dalam masalah besar. Dan kita merasa bahwa kita mempunyai solusinya (yang kebetulan tidak dimiliki orang lain).
Pertanyaannya: Benarkah kita memiliki solusinya?
Bagaimana kalau orang menerima solusi kita, mempelajarinya baik-baik, memahaminya sungguh-sungguh, menerapkannya ... dan kemudian terbukti bahwa solusi itu ternyata bukanlah solusi? Problemnya tetap tidak terpecahkan!
Di kampus tempat saya bekerja ada sebuah perpustakaan dengan koleksi buku sekitar 3 juta judul, termasuk di dalamnya koleksi yang cukup lengkap dari khasanah filsafat/kebijaksan aan timur tempo dulu. Jika saya ingin belajar tentang konfusius atau tao, saya akan pergi ke perpustakaan, dan tidak akan belajar dari website atau maillist. Kalau saya membuka website atau maillist, maka saya mencari sesuatu yang tidak ada di perpustakaan, yaitu diskusi dan dialog langsung dengan orang-orang tentang apa yang ada di dalam pikiran mereka.
Kalau orang yang saya ajak diskusi malah menghujani saya dengan kutipan-kutipan yang dengan mudah saya bisa temukan di perpustakaan, apa gunanya?
Nah, seseorang menjadi guru bukan karena kemampuannya mengutip apa-apa yang dengan mudah kita temukan di perpustakaan. Seseorang menjadi guru karena ia mempunyai harta-karun yang tidak tersedia di perpustakaan manapun.
Mengapa saya duduk di kelas, dan mendengarkan bapak dosen kuliah? Mengapa saya tidak duduk di perpustakaan dan belajar sendiri saja?
Kembali ke indonesia dan masalahnya.
Banyak sekali orang yang menulis dan mengajukan solusinya. Ada yang mengangkat dirinya menjadi guru yang akan mengajar bangsa indonesia, ada juga yang memproklamirkan bahwa solusinya adalah satu-satunya solusi yang paling benar. Tetapi kita baru akan mengetahui mana yang benar SESUDAH kita mengujinya melalui penerapan solusi itu di dalam prakteknya.
Bagaimana kalau seluruh bangsa indonesia menerapkan sebuah solusi tertentu, dan menemukan bertahun-tahun kemudian bahwa solusi itu ternyata tidak berhasil? Seorang saintis bisa saja melakukan eksperimen trial-error di laboratoriumnya. Namun melakukan eksperimen trial-error kepada sebuah masyarakat harus dibayar sangat mahal sekali. Kita tidak ingin mengorbankan sebuah masyarakat untuk eksperimen, bukan?
Seorang mahasiswa menulis di dalam buku hariannya: "Untuk berhasil, saya harus berani mengambil resiko keliru. Saya tidak berkeberatan melakukan kekeliruan, asalkan kekeliruan itu adalah kekeliruan milik saya sendiri". Maksudnya: Si Mahasiswa bisa saja menyontek solusi orang lain, yang kemudian terbukti keliru. Dalam hal ini, kekeliruannya bukanlah kekeliruan milik dia sendiri. Atau bisa saja ia memikirkan sendiri solusinya, dan ... keliru juga. Bedanya, kekeliruannya adalah kekeliruan miliknya sendiri.
Saya sama sekali tidak menganjurkan bangsa Indonesia untuk berbangga-bangga dengan kekeliruan yang merupakan miliknya sendiri. Tetapi itu masih jauh lebih baik daripada menyontek solusi yang ditawarkan orang lain, yang lantas terbukti keliru juga .....:)
Bagaimana kalau jauh terpendam di dalam khasanah budaya bangsa Indonesia sendiri ternyata tersedia solusi atas masalah-masalah bangsa Indonesia?
Solusi benar dipelupuk mata tidak nampak, solusi keliru dari seberang lautan justru kelihatan ....
salam Howl
| Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik. Tambah lebih banyak teman ke Yahoo! Messenger sekarang!
|
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home