Howl

Diposting secara otomatis dari milis psikologi transformatif.

Monday, March 30, 2009

Re: [psikologi_transformatif] Re: Perumpamaan Melayu bagi Guru yang Salah Kaprah

Wah, Bude Tih, naga-ngaganya jadi neh  Pak Ju hengkang dari milis ini !.
(gara-gara Bude Tih sih.. xixixxi)

" jangan ngasih nasehat, solusi, jalan keluar ke orang yang ga minta",
"jangan menilai hidup orang lain, karena kamu tidak tahu bagaimana perjuangan dia menjalani hidupnya"...

Haleluya Tuhan pun Mahacuex !




--- Pada Sen, 30/3/09, personalgrowth <personalgrowth@gmail.com> menulis:

Dari: personalgrowth <personalgrowth@gmail.com>

Howl,

kalau nggak mengangkat diri sebagai guru,
tapi memang karena berkenalan, bergaul, bertemen, lalu merasa jadi TEMEN BELAJAR BARENG, gimana?

bapak saya pernah bilang, " jangan ngasih nasehat, solusi, jalan keluar ke orang yang ga minta", "jangan menilai hidup orang lain, karena kamu tidak tahu bagaimana perjuangan dia menjalani hidupnya"...
"bertemen aja yang banyak, dan tidak usah belagu".

salam,
jengbud



2009/3/31 <goenardjoadi@ gmail.com>

Sebuah solusi gak usah menunggu lama untuk dibuktikan.

Dengan tanya jawab dg kolega kita sudah bisa mengetahui apakah solusi ini benar atau masih kurang sempurna

Ibarat sama-sama ke Bandung kalau dia gak bisa jelasin bgm caranya ya gak akan sampai kesana

Saya dulu menciptakan sebuah circuit board alat elektronik Prof Andi Hakim cuma tanya mengapa orang berhitung dg basis decimal? Bukan binary?

Tks
Goen

Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: Howl
Date: Mon, 30 Mar 2009 20:00:25 -0400
To: <psikologi_transform atif@yahoogroups .com>
Subject: Re: [psikologi_transfor matif] Re: Perumpamaan Melayu bagi Guru yang Salah Kaprah

2009/3/30 was_swas <was_swas@yahoo. com>:
> "Menggarami air laut" juga bisa ;)
>

Banyak orang mengangkat dirinya sendiri menjadi guru bagi orang lain.
Acapkali orang melakukannya atas niat yang baik.
Kita melihat bahwa Indonesia, atau malah seluruh dunia, berada dalam
masalah besar. Dan kita merasa bahwa kita mempunyai solusinya (yang
kebetulan tidak dimiliki orang lain).

Pertanyaannya: Benarkah kita memiliki solusinya?

Bagaimana kalau orang menerima solusi kita, mempelajarinya baik-baik,
memahaminya sungguh-sungguh, menerapkannya ... dan kemudian terbukti
bahwa solusi itu ternyata bukanlah solusi? Problemnya tetap tidak
terpecahkan!

Di kampus tempat saya bekerja ada sebuah perpustakaan dengan koleksi
buku sekitar 3 juta judul, termasuk di dalamnya koleksi yang cukup
lengkap dari khasanah filsafat/kebijaksan aan timur tempo dulu. Jika
saya ingin belajar tentang konfusius atau tao, saya akan pergi ke
perpustakaan, dan tidak akan belajar dari website atau maillist. Kalau
saya membuka website atau maillist, maka saya mencari sesuatu yang
tidak ada di perpustakaan, yaitu diskusi dan dialog langsung dengan
orang-orang tentang apa yang ada di dalam pikiran mereka.

Kalau orang yang saya ajak diskusi malah menghujani saya dengan
kutipan-kutipan yang dengan mudah saya bisa temukan di perpustakaan,
apa gunanya?

Nah, seseorang menjadi guru bukan karena kemampuannya mengutip apa-apa
yang dengan mudah kita temukan di perpustakaan. Seseorang menjadi guru
karena ia mempunyai harta-karun yang tidak tersedia di perpustakaan
manapun.

Mengapa saya duduk di kelas, dan mendengarkan bapak dosen kuliah?
Mengapa saya tidak duduk di perpustakaan dan belajar sendiri saja?

Kembali ke indonesia dan masalahnya.

Banyak sekali orang yang menulis dan mengajukan solusinya. Ada yang
mengangkat dirinya menjadi guru yang akan mengajar bangsa indonesia,
ada juga yang memproklamirkan bahwa solusinya adalah satu-satunya
solusi yang paling benar. Tetapi kita baru akan mengetahui mana yang
benar SESUDAH kita mengujinya melalui penerapan solusi itu di dalam
prakteknya.

Bagaimana kalau seluruh bangsa indonesia menerapkan sebuah solusi
tertentu, dan menemukan bertahun-tahun kemudian bahwa solusi itu
ternyata tidak berhasil?
Seorang saintis bisa saja melakukan eksperimen trial-error di
laboratoriumnya. Namun melakukan eksperimen trial-error kepada sebuah
masyarakat harus dibayar sangat mahal sekali. Kita tidak ingin
mengorbankan sebuah masyarakat untuk eksperimen, bukan?

Seorang mahasiswa menulis di dalam buku hariannya: "Untuk berhasil,
saya harus berani mengambil resiko keliru. Saya tidak berkeberatan
melakukan kekeliruan, asalkan kekeliruan itu adalah kekeliruan milik
saya sendiri". Maksudnya: Si Mahasiswa bisa saja menyontek solusi
orang lain, yang kemudian terbukti keliru. Dalam hal ini,
kekeliruannya bukanlah kekeliruan milik dia sendiri. Atau bisa saja ia
memikirkan sendiri solusinya, dan ... keliru juga. Bedanya,
kekeliruannya adalah kekeliruan miliknya sendiri.

Saya sama sekali tidak menganjurkan bangsa Indonesia untuk
berbangga-bangga dengan kekeliruan yang merupakan miliknya sendiri.
Tetapi itu masih jauh lebih baik daripada menyontek solusi yang
ditawarkan orang lain, yang lantas terbukti keliru juga .....:)

Bagaimana kalau jauh terpendam di dalam khasanah budaya bangsa
Indonesia sendiri ternyata tersedia solusi atas masalah-masalah bangsa
Indonesia?

Solusi benar dipelupuk mata tidak nampak, solusi keliru dari seberang
lautan justru kelihatan ....

salam
Howl



Lebih bergaul dan terhubung dengan lebih baik.
Tambah lebih banyak teman ke Yahoo! Messenger sekarang!

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
Everyday Wellness

on Yahoo! Groups

Find groups that will

help you stay fit.

Yahoo! Groups

Weight Management Challenge

Join others who

are losing pounds.

Yahoo! Groups

Auto Enthusiast Zone

Auto Enthusiast Zone

Car groups and more!

.

__,_._,___

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home