Re: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Bls: Dagelan Lucu --> Bls: [psikologi_transformatif] Pokem, Gandum di Pedala
--- In psikologi_transformatif@yahoogroups .com, Howl <scimindd@...> wrote: 2009/2/28 Jusuf Sutanto jusuf_sw@...
:
> > Bahan sdh cukup dibabarkan, hanya bgm orang menyikapinya.
> > Ada yang mengumpat aja akhirnya buang waktu dan tdk dapat apa2.
> > Ada yang mau belajar tapi gengsinya ketinggian, shg jalannya semakin
> > panjang.
> > Menurut Konfusius " Yang pintar kelewatan, yang bodoh nggak nyampe ".
> > Seandainya bisa bersikap simpel aja " kalau ketemu yang lebih pintar segera
> > minta diberi bimbingan ; kalau ketemu yang belum tahu, segera dibantu kalau
> > dia mau ", maka nasi yang ditanak di dapur sdh dari tadi masak dan siap
> > disantap !> Lama kelamaan saya sebenarnya cenderung setuju dengan Pak Ju, he he he ....
>
> Pak Ju menawarkan (dan menyumbangkan) sejumlah ajaran, filasafat,
> kebijaksanaan,dll. Para pembaca kemudian mempersoalkan banyak hal,
> antara lain: apa yang ditawarkan tidak disetujui, atau orang yang
> menawarkan dipertanyakan pemahaman atau penghayatannya terhadap isi
> pesannya sendiri.
>
> Kalau kutipan-kutipan Lao Tsu atau Konfusius itu dibaca di dalam
> dirinya sendiri (dengan melupakan sejenak siapa yang menyampaikannya),
> maka selalu ada yang bermanfaat untuk dipelajari.
Kalau saya sih dari awal memang tidak pernah punya masalah dengan "isi" kata2 para tokoh Tiongkok yang disampaikan oleh Pak Ju itu. Saya tahu bahwa kalau kutipan2 itu dibaca dalam diri sendiri, maka pasti bermanfaat ;) Yang saya permasalahkan sampai saat ini kan "cara" penyampaiannya.
Ibaratnya, memang Pak Ju ini menawarkan "nasi putih". Mau digoreng, mau dimakan pakai garam doang, mau dikeringkan lantas dibuat menjadi rengginang atau malah karak gendar, itu terserah manfaat yang ingin diambil pembacanya. Nah.... ketika "nasi putih" ini dikomunikasikan sebagai "nasi timbel" dengan segala cita rasanya, itu menjadi bermasalah :)
Coba kalau Pak Ju bilang saja menawarkan kutipan2 tokoh Tiongkok. Tidak dengan embel2 "Seni Memimpin". Pemosisian menjadi "Seni Memimpin" ini yang menjadikan komunikasinya berbeda, dan berkesan overclaim. Seolah2 kata2 Lao Tzu dkk ini sakti & ajaib untuk membuat orang bisa memimpin dengan baik. Padahal, sama saja: pemimpin bisa menjadi baik setelah membaca Lao Tzu, hanya jika ia memahami & mengamalkan apa yang dipahaminya. Kalau cuma dapat kutipan2 tanpa mampu mengolahnya dengan tepat, ya dia akan menjadi lousy leader juga :)
Saya sih selama ini memang melihatnya seperti itu :) Tidak pernah melihat tentang siapa penyampainya; hanya fokus pada bagaimana menyampaikannya dan bagaimana agar lebih meyakinkan orang :) Seperti pernah saya sebutkan: saya sudah melihat berbagai produk yang bagus inovasi klien saya gagal di pasaran karena komunikasinya yang tidak tepat.
Sayang, lantas Pak Ju lebih sering "alergi" dengan komentar2 saya menganggap saya cuma mau mengeroyok saja ;)
Salam,

Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home